• Ikuti kami
  • Hubungi Kami082141579755
Detail Artikel - Trump Umumkan Tarif Ekspor 19 Persen untuk Produk Indonesia, Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Jangka Panjang!
Feature Image
Penulis

ADI SANTOSO, S.PD

Trump Umumkan Tarif Ekspor 19 Persen untuk Produk Indonesia, Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Jangka Panjang!

30 July 2025 Dilihat 4 Kali 0 Komentar

Bahan Literesi Rabu, 30 Juli 2025

 

Setelah membaca bahan literasi hari ini, berikan tanggapanmu terkait topik tersebut.

Menurut pendapat kalian, menguntungkan Indonesia atau justru merugikan dengan kebijakan perubahan tarif 19% dari Amerika? Berikan alasan kalian!

 

Selamat berliterasi!

 

Trump Umumkan Tarif Ekspor 19 Persen untuk Produk Indonesia, Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Jangka Panjang!

Oleh Hanifah Dwi Jayanti

 

Perjanjian dagang dengan negara besar seperti AS perlu disertai mekanisme pengaman dan evaluasi berkala agar tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural serta prinsip kemandirian.

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan bahwa tarif ekspor sebesar 19 persen akan dikenakan terhadap seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat. Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan langsung antara Trump dan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

“Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” kata Trump melalui media sosialnya, Kamis (16/7).

Tarif tersebut merupakan penurunan dari angka awal 32 persen yang sebelumnya diumumkan oleh Trump pada April 2025. Sebelumnya, hingga awal Juli, Presiden AS itu masih bersikeras mempertahankan tarif tinggi tersebut, sebagaimana tertuang dalam surat resmi dari Gedung Putih yang ditujukan kepada Presiden Prabowo dan tertanggal 7 Juli 2025.

Namun, setelah digelarnya pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama tim negosiasi tarif RI dengan Menteri Perdagangan AS serta Kepala United States Trade Representative (USTR) di Washington D.C. pada 9 Juli 2025, disepakati adanya penundaan penerapan tarif. Penundaan ini bertujuan untuk membuka ruang negosiasi lanjutan selama tiga pekan ke depan.

Adapun Trump juga menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, bagi produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Trump menegaskan apabila ada barang dari negara ketiga yang hendak diekspor ke AS melalui Indonesia dan terkena tarif lebih tinggi, maka tarif 19 persen tersebut akan tetap diberlakukan terhadap produk tersebut.

Selain soal tarif, kesepakatan yang diteken kedua negara juga mencakup sejumlah komitmen dagang Indonesia terhadap Amerika Serikat. Trump mengungkapkan Indonesia akan membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, serta produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS.

Ia juga menyatakan Indonesia telah sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru, yang sebagian besar merupakan tipe Boeing 777. Namun, Trump tidak menjelaskan pihak mana di Indonesia yang akan menjadi pembeli pesawat tersebut.

“Kesepakatan penting ini membuka seluruh pasar Indonesia bagi Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam sejarah,” ujar Trump.

Lebih lanjut, perundingan antara kedua negara turut mencakup isu hambatan non-tarif, kerja sama di bidang ekonomi digital, serta kolaborasi dalam sektor mineral strategis seperti nikel dan tembaga. AS pun menyatakan minatnya untuk memperdalam kemitraan strategis di sektor-sektor tersebut.

"Indonesia punya sejumlah produk unggulan dan juga beberapa komoditas mineral bernilai tinggi, termasuk tembaga berkualitas tinggi," ucapnya.

Menanggapi kesepakatan ini, Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terhadap potensi jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap) yang bisa semakin membesar akibat skema perdagangan baru ini.

“Sektor hilirisasi dan peningkatan ekspor produk manufaktur perlu diintensifkan agar Indonesia tidak terjebak dalam middle-income trap akibat dominasi ekspor berbasis bahan mentah,” ujarnya dilansir dari Antara.

Rizal menyoroti secara khusus potensi eksploitasi terhadap komoditas strategis seperti tembaga, terutama setelah Presiden Trump menyampaikan minat besar terhadap ekspor tembaga dari Indonesia usai pengurangan tarif tersebut.

“Tembaga adalah komoditas strategis yang bukan hanya memiliki nilai komersial tinggi, tetapi juga penting bagi roadmap hilirisasi nasional dan pengembangan sektor energi terbarukan,” lanjutnya.

Menurut dia, jika ekspor tembaga dilepas secara besar-besaran tanpa pengaturan ketat, potensi eksploitasi berlebihan dan kerusakan lingkungan akan sangat sulit dihindari.

Ia pun menegaskan pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan ekspor seperti kuota ekspor, kewajiban pasokan dalam negeri (domestic market obligation), dan skema harga ganda guna melindungi kepentingan nasional dan mencegah kehilangan nilai tambah ke luar negeri.

“Ini penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi nasional dan memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam tetap sejalan dengan prinsip sustainability dan kepentingan jangka panjang bangsa,” katanya.

Lebih jauh, Rizal menekankan pentingnya setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti AS disertai dengan mekanisme pengaman (safeguard mechanism) dan evaluasi berkala. Ia mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural, serta prinsip kemandirian dan daya saing nasional harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perdagangan internasional yang ditempuh pemerintah.

“Kita tentunya tidak berkenan kembali ke pola dagang yang bersifat kolonial modern, di mana akses ekspor justru dibayar mahal dengan ketergantungan importasi dan eksploitasi sumber daya nasional yang tidak terkendali,” pungkasnya.

 

 


Komentar

Silakan login untuk memberi komentar:

Login

Belum ada komentar